Sabtu, 21 Februari 2009

TENTANG ZIONISME

Selama berabad-abad orang-orang Yahudi memang menunggu seseorang Messiah, juru selamat dari dinasti Daud guna mengakhiri pengucilan mereka dan mengembalikan mereka ke ‘Tanah Yang Dijanjikan’. Dari situlah pemikiran zionisme mulai berkembang. Zionisme adalah sebuah gagasan utopis dari seorang jurnalis, Teodor Herzl. Ia membayangkan suatu saat kelak, kaum Yahudi akan diselamatkan oleh Messiah di sebuah ‘Tanah Yang Dijanjikan’, manakala semua penduduk di tanah itu seluruhnya adalah kaum Yahudi. Itulah tanah al Quds yang terletak di bukit Zion. Dari nama bukit itu kata ‘zionisme’ dipopulerkan.
Di antara bukit Zion dan bukit Zaitun terdapat kompleks pemakaman Yahudi. Kaum Yahudi yang sudah mati, makamnya menghadap ke kota al Quds. Ini mengisyaratkan bahwa mereka tetap menanti dengan penuh harap akan pemenuhan janji Yahwe, Tuhan Yahudi, bahwa Yahwe akan mengutus seorang Messiah, penyelamat yang akan muncul di kota al Quds.

 Bagaimana keberadaan Yahudi menurut pemikir-pemikir dunia?
Ada stigma buruk yang yang sudah lama melekat pada Yahudi dan agama Yahudi di mata masyarakat dan para pemikir dunia. Pada zaman aufklarung atau masa pencerahan di Barat, modernitas dianggap memusuhi Yahudi. Itu karena adanya komentar dari beberapa pemikir semacam Francois-Marie Voltaire yang menganggap kaum Yahudi adalah bangsa yang bodoh, kaum yang menggabungkan kesengsaraan dan takhayul dengan kebencian terhadap semua Negara yang menampung mereka.
Imanuel Kant dan Hegel menganggap Yahudi sebagai agama yang hina dan bertentangan dengan rasionalitas, bahkan Karl Marx yang keturunan Yahudi berpendapat bahwa kaum Yahudilah yang bertanggung jawab terhadap penyakit dunia bernama kapitalisme. Sehingga bukan pencerahan yang mereka dapatkan, mereka seperti melihat sebuah benda hitam di dalam gua yang gelap. Lalu mencari jalan kegelapan yang lain.

 Bagaimana Yahudi dengan proyek Zionisme tersebut?
Zionisme awalnya proyek imajinatif ketika ortodoksi Yahudi mulai memudar karena sebagian kaum Yahudi mulai merespon gagasan modernisasi. Tokoh-tokoh zionis datang dari berbagai arus pemikiran modern seperti pemikiran nasionalis, imperialis barat, sosialis, maupun pemikie Yahudi Maskilim (orang-orang yang tercerahkan) sekuler. Termasuk zionisme buruh yang dimotori oleh David Ben-Gurion yang mencoba mendirikan komunitas sosialis di Palestina, yang akhirnya menjadi ideologi zionis paling dominan.
Arus zionisme ternyata sangat kencang, membuat kaum Yahudi ortodoks terkejut. Kemudian mereka melakukan eksperimen dengan menciptakan zionisme relijius guna mewujudkan mitos lama tentang kembalinya Messiah ke bukit zion. Messiah bukan lagi disambut secara pasif, tapi kaum Yahudi sendiri yang harus berupaya memulai dengan meninggalkan tanah pembuangan, eksperimen itu beroleh tanggapan yang memuaskan. Tanah Israel bagi kaum zionis adalah symbol yang paling suci, sehingga mereka merasa wajib menduduki tanah itu baik secara fisik, strategik maupun militer. Begitulah sekularisasi dalam Yahudi semakin menampakkan diri dalam perjalanan yang panjang menuju kesamaran kembali, karena ide zionisme merupakan ide pergolakan menuju perpecahan yang sangat ekstrim antar mereka dan antar umat manusia di dunia.

 Zionisme adalah gerakan yang mengkhianati kaum Yahudi yang taat
Zionisme dibawa ke dalam agenda dunia di akhir abad ke-19 oleh Theodor Herzl (1860-1904), seorang wartawan Yahudi asal Austria. Baik Herzl maupun rekan-rekannya adalah orang-orang yang keyakinan agamanya sangat lemah, jika tidak ada sama sekali. Mereka melihat “keyahudian” sebagai nama ras, bukan sebuah masyarakat beriman. Mereka mengusulkan agar orang-orang Yahudi menjadi sebuah ras terpisah dari bangsa Eropa. Keterpisahan ini sangat penting artinya dalam rangka membangun tanah air mereka sendiri. Mereka tidak mengandalkan pemikiran keagamaan dalam memutuskan di manakah tanah air mereka yang seharusnya. Theodor Herzl, suatu kali pernah memikirkan Uganda, yang dikenal sebagai Uganda Plan. Tapi sang Zionis itu kemudian memutuskan Palestina. Alasannya, Palestina dianggap sebagai “tanah air bersejarah bagi orang-orang Yahudi.”
Sang Zionis melakukan upaya-upaya besar untuk mengajak orang-orang Yahudi lainnya menerima gagasan yang tak sesuai dengan ajaran agama mereka itu. Organisasi Zionis dunia melakukan upaya propaganda besar di hampir semua Negara yang berpenduduk Yahudi, dan meniscayakan bahwa Yahudi tidak dapat hidup damai dengan bangsa-bangsa lain, karena mereka adalah ras yang terpisah. Itu sebabnya, mereka harus bergerak dan menduduki palestina. Sebagian besar orang Yahudi mengabaikan himbauan ini.
Menurut negarawan Israel, Amnon Rubinstein: “Zionisme (dulu) adalah sebuah pengkhianatan atas tanah air mereka (Yahudi) dan sinagog para Rabbi”. Karena itu banyak orang-orang Yahudi yang mengkritik ideology Zionisme. Rabbi Hirsch, salah satu pemimpin keagamaan terkemuka saat itu mengatakan, “Zionisme ingin menamai orang-orang Yahudi sebagai sebuah lembaga nasional, yang merupakan sebuah penyimpangan.”
Pemikir Islam Prancis yang terkenal Roger Garaudy melukiskan hal ini dalam sebuah pembahasan:

“Musuh terburuk keyakinan Yahudi adalah logika para nasionalis, rasis, dan kolonialis dari zionisme kebangsaan, yang dilahirkan dari nasionalisme, rasisme, dan kolonialisme abad ke-19 di Eropa. Logika yang menginspirasi semua penjajahan Barat dan semua perang antara satu nasionalisme dengan nasionalisme lainnya, adalah sebuah logika yang membunuh diri sendiri. Tidak ada masa depan atau keamanan bagi Israel dan tidak ada keamanan di Timur Tengah kecuali jika Israel meninggalkan paham zionismenya dan kembali ke agama Ibrahim, yang adalah warisan bersama, dan persaudaraan dari tiga agama wahyu: Yudaisme, Nasrani, dan Islam. Dengan cara ini, zionisme hendak menguasai dunia dengan sebuah ideologi rasis bahwa Yahudi seharusnya tidak hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain. Ini adalah gagasan keliru yang menciptakan masalah parah dan tekanan atas orang-orang Yahudi yang hidup dalam belenggu ini. Bagi orang-orang Islam di Timur Tengah, paham ini melahirkan kebijakan Israel tentang pendudukan dan perebutan wilayah dengan terror dan pertumpahan darah. Pendeknya, zionisme sebenarnya adalah bentuk nasionalisme sekuler yang berasal dari filsafat sekuler, bukan dari agama. Tapi, seperti nasionalisme lainnya, zionisme juga berusaha menggunakan agama untuk mencapai tujuannya.”

Taurat adalah kitab suci yang diwahyukan kepada Nabi Musa. Allah berfirman: Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi). (Al Qur’an, 5:44). Al Qur’an juga mengatakan bahwa Taurat kemudian akan dikotori oleh perkataan manusia. Barangkali inilah yang terjadi saat ini, “Taurat yang menyimpang.” Tapi, sebuah penelitian mengungkapkan adanya kebenaran yang terkandung dalam Kitab yang pernah diwahyukan itu, seperti keimanan kepada Allah, penghambaan diri kepada-Nya, bersyukur kepada-Nya, takut kepada Allah, cinta kepada Allah, keadilan, kasih sayang, cinta kasih, melawan kekejaman dan ketidakadilan, semuanya ditemukan di dalam Taurat dan kitab [erjanjian Lama lainnya.
Selain itu, peperangan dan peristiwa pembunuhan yang pernah terjadi dalam sejarah juga disebutkan di dalam Taurat. Jika manusia ingin menemukan sebuah dasar, meskipun dengan memutarbalikkan kenyataan, untuk membenarkan kekejaman, pembantaian, dan pembunuhan, mereka bisa menjadikan bab-bab dalam Taurat itu sebagai acuan. Zionisme menggunakan Taurat untuk mengesahkan ‘misi suci’ mereka, padahal yang mereka lakukan adalah terorisme fasis. Ini sangat berhasil. Misalnya, zionisme menggunakan bab-bab (dari Taurat) yang terkait dengan perang dan pembantaian untuk melegitimasi pembantaian orang-orang Palestina yang tak berdosa. Padahal, ini adalah sebuah penafsiran menyimpang yang disengaja. Zionisme menggunakan agama untuk mengesahkan fasisme dan ideologi rasisnya.
Para zionis juga mendasarkan pernyataan mereka dengan penafsiran mereka tentang ayat-ayat yang berhubungan dengan “orang pilihan” yang pernah dikaruniakan Allah kepada orang Yahudi di suatu kali. Beberapa ayat al Qur’an yang berhubungan dengan persoalan ini adalah sebagai berikut:


Hai Bani Israel, ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepadamu dan (ingatlah pula) bahwasanya Aku telah melebihkan kamu atas segala umat. (QS: 2:47)

Sesungguhnya telah Kami berikan kepada Bani Israel Al Kitab (Taurat), kekuasaan dan kenabian dan Kami berikan kepada mereka rezeki yang baik dan Kami lebihkan mereka atas bangsa-bangsa (pada masanya). (QS: 45:16)

Al Qur’an menjelaskan bahwa pada suatu masa Allah memberkati orang-orang Yahudi, dan pada kali lainnya Dia menjadikan mereka berkuasa atas bangsa-bangsa lain. Namun ayat-ayat ini tidak menyiratkan “orang pilihan” seperti yang dipahami orang-orang Yahudi radikal. Ayat-ayat itu menunjukikan kenyataan bahwa nabi-nabi yang datang dari keturunan ini, dan orang-orang Yahudi memerintah di daerah yang luas pada saat itu. Ayat-ayat itu menerangkan bahwa karena kekuasaan itu, mereka “lebih diutamakan di atas semua manusia lain.” Ketika mereka menolak Isa, ciri ini pun berakhir.
Al Qur’an menyatakan bahwa orang yang terpilih itu adalah para nabi dan orang-orang beriman yang ditunjuki Allah pada jalan kebenaran. Ayat-ayat itu menyebutkan bahwa para nabi telah dipilih, ditunjuki jalan yang benar, dan diberkati. Berikut ini beberapa ayat yang berhubungan dengan persoalan ini:

Dan tidak ada yang benci kepada agama Ibrahim, melainkan orang yang memperbodoh dirinya sendiri, dan sungguh Kami telah memilihnya di dunia dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang-orang yang saleh. (QS: 2:130)

Dan Kami lebihkan (pula) derajat sebagian dari bapak-bapak mereka,keturunan dan saudara-saudara mereka. Kami telah memilih mereka (untuk menjadi nabi-nabi dan rasul-rasul) dan Kami tinjukkan mereka ke jalan yang lurus. Itulah petunjuk Allah, yang dengannya Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya. Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan. Mereka itulah orang-orang yang telah Kami berikan kitab, hikmat dan kenabian. Jika orang-orang (Quraisy) itu mengingkarinya, maka sesungguhnya Kami akan menyerahkannya kepada kaum yang sekali-kali tidak akan mengingkarinya. (Qur’an, 6:87-89)

Mereka itulah adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu nabi-nabi dari keturunan Adam, dari orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh, dari keturunan Ibrahim dan Israel, dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka bersujud dan menangis. (Qur’an, 19:58)

Tapi, orang-orang Yahudi radikal memercayai tafsir perihal “orang yang terpilih” sebagai ciri kebangsaan sehingga mereka menganggap setiap orang Yahudi terlahir unggul dan Bani Israel selamanya dianggap unggul di atas semua manusia. Penyimpangan besar dari sudut pandang ini adalah anggapan ras unggul itu sebagai “suatu perintah untuk melakukan kekejaman atas bangsa lain.” Untuk mencapai tujuan ini, para zionis membenarkan kebencian turun-temurun yang bisa ditemukan dalam Yudaisme Talmud. Menurut pandangan ini, adalah hal yang lumrah bagi orang Yahudi untuk menipu orang-orang non-Yahudi, untuk merampas hak milik mereka, bahkan bila perlu membunuh mereka, termasuk wanita dan anak-anak. Padahal ini adalah kejahatan yang melecehkan agama, karena Allah memerintahkan manusia untuk melestarikan keadilan, kejujuran, hak orang-orang tertindas.
Lebih jauh lagi, pernyataan anti non-Yahudi ini bertentangan dengan Taurat itu sendiri, sebagaimana ayat-ayat yang mengutuk penindasan dan kekejaman. Tapi, ideologi zionisme mengabaikan ayat-ayat itu untuk menciptakan system kepercayaan berdasarkan amarah dan kebencian. Tanpa memedulikan pengaruh ideologi zionis, sejumlah orang Yahudi yang benar-benar percaya pada Allah akan mengetahui bahwa agama mereka mengajarkan ketundukan, perdamaian dan cinta kasih, seperti:

Janganlah engkau berbuat curang dalam peradilan; janganlah engkau membela orang kecil dengan cara tidak wajar dan janganlah engkau terpengaruh oleh orang-orang besar, tapi engkau harus mengadili dengan kebenaran. Janganlah engkau pergi kian kemari menyebarkan fitnah di antara orang-orang sebangsamu; janganlah engkau mengancam hidup sesama manusia; Akulah Tuhan. Janganlah engkau membenci saudaramu di dalam hatimu, tapi engkau harus berterus terang menegur orang sesamamu dan janganlah engkau mendatangkan dosa kepada dirimu karena dia. (Perjanjian Lama, Imamat, 19:15-17)

Hai manusia, telah diberitahukan kepadamu apa yang baik. Dan apakah yang dituntut Tuhan daripadamu: selain berlaku adil, mencintai kesetiaan, dan hidup dengan rendah hati di hadapan Allahmu?” (Perjanjian Lama, Mikha, 6:8)

Jangan membunuh. Jangan berzina. Jangan mencuri. Jangan mengucapkan saksi dusta tentang sesamamu. Jangan menginginkan rumah sesamamu. . . (Perjanjian Lama, Keluaran, 20:13-17)

Menurut al Qur’an, perang hanya dibenarkan dalam rangka mempertahankan diri. Dan jika peperangan harus terjadi, kehidupan orang-orang tak berdosa dan aturan hukum harus dilindungi. Perintah untuk membunuh wanita, anak-anak, dan orang lanjut usia tidak pernah ada di dalam ajaran agama manapun, kecuali itu tipu daya berkedok agama. Dalam al Qur’an, Allah tidak hanya mengutuk kebencian seperti ini, tapi juga menyatakan bahwa semua manusia sama dalam pandangan-Nya dan kelebihan seseorang tidak didasarkan pada ras, keturunan, atau segala kelebihan keduniaan lainnya, tapi didasarkan pada ketaqwaannya.

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesunggunya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS: 49:14)

Terlepas dari kedok agama yang palsu, alasan kekejaman zionisme yang sesungguhnya adalah hubungannya dengan mentalitas penjajahan Eropa abad ke-19. Penjajahan tidak semata-mata penjajahan politik atau ekonomi, tapi juga penjajahan ideologi. Zionisme memercayai bahwa negara-negara industri Barat berhak menjajah dan menduduki bangsa-bangsa terbelakang. Menurut mereka, ini akibat alami dari sebuah proses “seleksi alam” internasional. Dengan kata lain, Zionisme adalah sebuah produk Darwinisme Sosial. Dalam kerangka ideologi ini, Inggris menjajah India, Afrika Selatan, dan Mesir. Prancis menjajah Indocina, Afrika Utara, dan Guyana. Maka para zionis menjajah palestina.
Kolonialisme zionis jauh lebih jahat disbanding “rekan-rekannya” Inggris dan Prancis. Inggris dan Prancis setidaknya masih mengizinkan penduduk sebuah wilayah yang ditaklukannya, untuk hidup layak (setelah menyerah) bahkan memberikan pendidikan yang layak bagi penduduk di tanah jajahan. Sebaliknya zionis tidak mengakui hak-hak orang Palestina untuk hidup; mereka melakukan pembersihan etnis, dan tidak memberi apapun kepada penduduk di tanah jajahannya. Anda mungkin bahkan berkata, mereka tidak pernah memberi satu batu bata pun untuk orang-orang Palestina.
Watak jahat zionisme yang lain adalah kepercayaannya kepada tema-tema propaganda palsu, mungkin yang paling penting adalah semboyan “sebuah tanah tanpa manusia untuk seorang manusia tanpa tanah”. Dengan kata lain, Palestina, “tanah tanpa manusia” harus diserahkan kepada orang-orang Yahudi, “manusia tanpa tanah.” Dalam 20 tahun pertama abad ke-20, Organisasi Zionis Dunia menggunakan semboyan ini untuk meyakinkan Eropa, khususnya Inggris, bahwa Palestina harus diserahkan kepada orang-orang Yahudi. Pada 1917, akibat kampanye persuasifnya, Inggris mengumumkan Deklarasi Balfour bahwa “Pemerintahan Yang Mulia memandang pentingnya pendirian sebuah negara bagi orang-orang Yahudi di Palestina.”
Kenyataan menunjukkan, semboyan “tanah tanpa manusia untuk manusia tanpa tanah” ini tidak benar. Ketika gerakan zionis dimulai, orang-orang Yahudi tidaklah “tanpa tanah” dan Palestina pun bukannya “tanpa manusia.” Sebelumnya sebagian besar orang Yahudi hidup di berbagai Negara dengan damai dan aman. Khususnya di negara-negara industri Barat, persekutuan ibadat Yahudi tidak punya keluhan apapun tentang kehidupan mereka. Bagi sebagian orang Yahudi, gagasan untuk pindah ke Palestina tidak pernah erlintas dalam benak mereka. Kenyataan ini muncul belakangan ketika ajakan untuk “pindah ke Palestina” secara luas diabaikan. Pada tahun-tahun berikutnya, orang-orang Yahudi anti-zionis itu secara aktif menolak gerakan zionisme melalui kelompok-kelompok yang mereka dirikan.
Setelah memperoleh dukungan resmi dengan Deklarasi Balfour, kaum zionis mengalami kesulitan ketika saudara-saudara sesama Yahudi banyak menolak untuk pindah ke Palestina. Dalam hal ini, pernyataan Chaim Weizman sangat menohok:

“Deklarasi Balfour pada 1917 diputuskan di awang-awang. Setiap hari dan setiap jam dalam 10 tahun terakhir ini, ketika membuka surat kabar, saya berpikir: kapan hembusan angin surga lainnya datang? Saya terguncang karena takut Pemerintah Inggris akan memanggil saya dan bertanya: “Beritahu kami, apakah Organisasi Zionis itu? Dimanakah mereka, para Zionisme itu?” Orang-orang Yahudi, mereka tahu, menentang kami; kami berdiri sendiri di sebuah pulau kecil, sebuah kelompok Yahudi yang amat kecil dengan masa lalu yang asing.”

Karena itu para zionis mulai terlibat dalam “kegiatan-kegiatan khusus” untuk “mendorong” pindahnya orang Yahudi ke Palestina, memaksa jika diperlukan, seperti mengganggu orang-orang Yahudi di negara-negara asalnya dan bekerja sama dengan kelompok anti-Semit umtuk meyakinkan bahwa pemerintah akan mengusir orang-orang Yahudi. Dengan demikian, gerakan zionisme telah mengganggu dan menteror rakyatnya sendiri.
Sekitar 100.000 orang Yahudi pindah ke Palestina antara tahun 1920-1929. jika saat itu, ada 750.000 orang Palestina, 100.000 orang bukanlah jumlah yang kecil. Organisasi Zionis memegang kendali penuh atas perpindahan itu. Orang-orang Yahudi yang menginjakkan kaki di Palestina ditemui oleh kelompok zionis, yang menentukan di mana mereka akan tinggal dan pekerjaan apa yang akan mereka lakukan. Perpindahan itu didorong oleh pemimpin-pemimpin zionis dengan berbagai macam imbalan.
Akibat upaya yang giat di seluruh Palestina, Eropa, dan Rusia, penduduk Yahudi di Palestina mengalami pertumbuhan yang pesat dalam hal jumlah dan tempat tinggal. Bersamaan dengan kekuasaan partai Nazi, orang-orang Yahudi di Jerman menghadapi tekanan, perkembangan yang makin mendorong perpindahan mereka ke Palestina. Sebuah kenyataan bahwa kaum zionis juga mendukung penindasan Yahudi oleh Nazi masih menjadi salah satu rahasia sejarah yang paling terpendam.
Tidak diragukan lagi bahwa para pengikut gerakan zionis telah melakukan kekejaman terburuk terhadap orang-orang yang memiliki “sebuah tanah tanpa manusia”: orang-orang Palestina. Semenjak hari pertama para zionis memasuki Palestina, para pengikutnya telah berusaha menghancurkan orang-prang Palestina. Untuk memberi ruang pada imigran-imigran Yahudi, (baik yang dipengaruhi oleh gagasan zionisme maupun yang takut pada gerakan anti-Semitisme) orang-orang Palestina terus ditekan, diasingkan, dan diusir dari tanah asal mereka. Gerakan ini didorong oleh berdirinya Israel pada 1948, yang kelak akan menghancurkan kehidupan orang-orang Palestina. Hingga hari ini, sekitar 3,5 juta orang Palestina masih bertahan di kamp-kamp pengungsian dalam keadaan yang sangat memprihatinkan.
Sejak tahun 1920-an, perpindahan orang Yahudi yang diorganisir oleh Zionis mengubah keadaan demografi Palestina dan telah menjadi sebab terpenting berlangsung pertikaian yang berkepanjangan. Statistik peningkatan penduduk Yahudi di Palestina membuktikan kenyataan ini. Angka-angka itu adalah petunjuk penting tentang bagaimana sebuah kekuatan dari luar negeri, kekuatan tanpa hak hukum atas tanah itu datang merampok hak-hak penduduk asli.
Menurut catatan resmi, jumlah imigran Yahudi ke Palestina meningkat dari 100.000 pada tahun 1920-an menjadi 232.000 pada tahun 1930-an. Hingga 1939, penduduk Palestina yang jumlahnya 1,5 juta jiwa sudah termasuk 445.000 orang Yahudi. Jumlah mereka, yang hanya 10% saja dari jumlah penduduk 20 tahun sebelumnya, sekarang menjadi 30% dari seluruh penduduk. Pemukiman Yahudi juga berkembang pesat, dan per 1939 orang-prang Yahudi memiliki dua kali dari jimlah tanah yang mereka miliki pada tahun 1920-an.
Menurut rencana ini, setiap desa atau pemukiman Arab yang tidak menyerah kepada kekuatan Yahudi akan dibumihanguskan dan orang-orangnya akan diusir. Setelah keputusan ini dikeluarkan, hanya empat desa yang mengibarkan bendera putih; kota-kota dan desa-desa lainnya pasti akan menjadi sasaran pembumihangusan.
Dengan cara ini, 400 desa Palestina terhapus dari peta sepanjang 1949-1949. hak milik yang ditinggalkan orang-orang Palestina dikuasai oleh orang-orang Yahudi, atas dasar Hukum Hak Milik Tak Ditempati. Hingga 1947, kepemilikan tanah orang-orang Yahudi di Palestina adalah sekitar 6%. Pada saat Negara Israel resmi didirikan, kepemilikan itu telah mencapai 90% dari seluruh tanah di Palestina.
Heilburn, ketua komite pemilihan kembali Jenderal Shlomo Lahat, walikota Tel Aviv, menyatakan pandangan zionis tentang orang-orang Palestina dalam kata-kata berikut:

“Kita harus membunuh semua orang Palestina kecuali mereka tunduk dan tinggal di sini sebagai budak. Gelombang kedatangan imibran yang disebabkan oleh pecahnya Perang Dunia II membuat orang-orang Palestina sadar pada apa yang terjadi, sehingga mulai menolak tindakan-tindakan yang tidak adil. Setiap gerakan penolakan akan dihentikan dengan paksa oleh kekuatan Inggris. Orang-orang Palestina akan berada di bawah tekanan organisasi teroris zionis di satu sisi, dan tentara-tentara Inggris di sisi lain. Dengan kata lain, mereka menjadi sasaran kepungan dari dua musuh.”

Selama kekuasaan Inggris, lebih dari 1500 orang Palestina yang berjuang untuk kemerdekaannya terbunuh dalam pertempuran. Di samping itu, ada pula beberapa orang yang ditahan oleh Inggris karena menentang pendudukan Yahudi. Tekanan Inggris menyebabkan kekerasan serius terhadap mereka. Tapi terorisme zionis lebih sadis. Kekejaman zionis yang pecah setelah berakhirnya kekuasaan Inggris, meliputi pembakaran desa-desa, penembakan wanita dan anak-anak, seolah sebuah hukuman mati.
Sekitar 850.000 orang Palestina yang tidak tahan akan kekejaman dan penindasan ini meninggalkan tanah dan rumah mereka dan tinggal di Tepi Barat, Jalur Gaza, dan di sepanjang perbatasan Libanon dan Yordania. Sekitar satu juta orang Palestina masih tinggal di kamp-kamp pengungsian ini, sementara 5 juta lebih lainnya mengungsi ke daerah-daerah yang jauh dari tanah air mereka. Saat ini total penduduk Palestina sekitar 8 juta jiwa lebih. Sekitar 70% mengungsi di berbagai negara.
Secara rinci mereka mengungsi di: di Gaza: 913.570 orang, Tepi Barat: 793.286 orang, Yordania: 1.949.666 orang, Lebanon: 533.276 orang, Syiria: 572.475 orang, Mesir: 62.974 orang, Arab Saudi: 391.778 orang, Kuwait: 46.499 orang, Negara-negara Teluk lainnya: 212.116 orang, Irak dan L ibya: 88.884 orang. Negara-negara Arab lainnya: 6.887 orang. Amerika Utara dan Selatan: 283.767 orang. Negara-negara dunia lainnya: 334.008 orang. Dari jumlah itu, hanya Yordania yang memberi status kewarganegaraan tetap. Jumlah keseluruhan pengungsi Palestina sekitar 5.947.186 jiwa (tahun 2004), atau 804.766 ribu jiwa (tahun 1948). Sementara jumlah penduduk Palestina keseluruhan adalah 8.270.509 jiwa. Ini berarti, lebih dari 70% rakyat Palestina diusir Israel keluar dari negerinya. Sebaliknya, Israel menempati lebih dari 92% wilayah yang didudukinya adalah tanah Palestina, atau, sekitar 20.325.000 hektar, dengan rincian: 17.178.000 hektar milik Palestina yang diusir, 1.476.000 hektar tanah Palestina yang tersisa dan seluas 1.682.000 hektar milik Yahudi pada tahun 1948.
Pada perkembangan selanjutnya, tanah Palestina dibagi menjadi empat bagian; Wilayah Inggris, wilayah Arab, wilayah Yahudi dan wilayah Internasional. Ketika Palestina berada di bawah kendali Inggris setelah Perang Dunia I, gelombang besar perpindahan Yahudi ke daerah ini dimulai. Perpindahan ini lambat laun meningkat pesat.
Selama masa ini, beberapa badan didirikan untuk menentukan bagaimana orang Yahudi dan Palestina berbagi tanah. Badan yang terkenal adalah The Peel Commission, yang dipimpin oleh bekas Menteri Luar Negeri Inggris untuk India, Lord Earl Peel, dan Komisi Morrison-Grady yang dibentuk melalui kemitraan Amerika-Inggris. The Peel Commission mengusulkan agar pengawasan Inggris ditingkatkan dan daerah ini dibelah dua, hanya Yerusalem dan Haifa yang tetap di bawah kendali Inggris dan akan terbuka untuk pengamat internasional. Morrison-Grady Plan mengusulkan agar Palestina dipenggal menjadi empat daerah yang terpisah. Namun, anggota badan ini tidak memperhitungkan bahwa tanah yang sedang mereka kapling-kapling itu milik orang-orang Palestina selama berabad-abad, dan tak seorangpun yang berhak memaksa mereka memisah-misahkannya.
Orang-orang Palestina yang hidup di kamp-kamp pengungsian hari ini menghadapi kesulitan dalam memenuhi kebutuhan paling dasar sekalipun. Mereka hanya bisa menggunakan air dan listrik jika orang Israel mengizinkannya, dan berjalan bermil-mil untuk bekerja demi upah yang sangat rendah. Bagi yang pergi bekerja atau mengunjungi kerabat yang tinggal di dekat kamp pengungsian, perjalanan itu seharusnya tidak lebih dari 15 menit.
Tapi, keadaannya sering berubah menjadi mimpi buruk karena pemeriksaan identitas di pos-pos tertentu, di mana para tentara yang bertugas tidak segan-segan melakukan pelecehan. Mereka tidak dapat berpindah dari tempat A ke tempat B tanpa paspor. Dan karena tentara Israel sering menutup jalan dengan alas an “keamanan”, orang-orang Palestina sering tidak dapat pergi bekerja, bahkan untuk ke rumah sakit. Orang-orang yang hidup di kamp-kamp pengungsian setiap hari dikepung rasa takut bila sewaktu-waktu dibom, dibunuh, dilukai, atau ditahan. Sebab, pemukiman orang-orang Yahudi fanatik di sekitar kamp pengungsian itu adalah ancaman yang menakutkan. Mereka kerap menyerang dan melakukan pelecehan.
Inilah takdir Allah. Sepanjang sejarah, masyarakat muslim telah terusir dari rumah-rumah mereka dan menghadapi berbagai tekanan, penyiksaan, dan ancaman dari orang-orang yang tak beriman. Para pemimpin yang kejam sering mengusir orang-orang yang tak berdosa itu dari tanah mereka, hanya karena keturunan atau keyakinan mereka berbeda. Apa yang diderita oleh orang-orang Islam di banyak negara, juga orang-orang Palestina, telah diwahyukan di dalam al Qur’an,

Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman): Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain. Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, pastilah akan Ku-hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah Aku masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, sebagai pahala di sisi Allah. Dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik. (QS :3:195)

Dengan demikian, akan datang suatu hari ketika semua orang-orang Palestina akan hidup dalam kedamaian, keamanan, dan persaudaraan. Ini hanya dimungkinkan dengan menyebarluaskan akhlak Al Qur’an di antara manusia, karena akhlak seperti itu bersifat memaafkan dan toleran; mempertahankan kedamaian; menekankan pada cinta kasih; rasa hormat; dan pengikutnya saling berlomba untuk beramal saleh. Ketika akhlak yang baik mengemuka, tidak akan ada penindasan. Lebih jauh, ketika akhlak ini ditunjukkan dengan sepenuh hati, hubungan persaudaraan muslim akan terbangun dan mereka akan memperoleh kekuatan untuk melakukan sebuah perjuangan intelektual melawan kekejaman. Karena itu, menerapkan tata perilaku Qur’ani akan membawa kita menuju akhir dari kekejaman, tidak hanya di Palestina, tapi juga di seluruh dunia. Kewajiban umat Islam adalah menyebarkan perilaku Qur’ani itu.
Imigran Yahudi yang diajarkan dengan semboyan “setiap orang harus bekerja dengan satu tangan, dan memegang senjata di tangan lainnya,” segera mengambil bagian dalam gerakan zionis. Sementara itu beberapa orang mengorganisir demonstrasi dengan spanduk bertuliskan “Yerusalem adalah Milik Kami,” dan yang lainnya memborbardir desa-desa Palestina.

 Bagaimana pendapat Islam dan umatnya Islam mengenai Yahudi dan keberadaan mereka di al Quds?
Konon, kedatangan koloni Yahudi ke bumi Palestina, secara berangsur-angsur disambut baik oleh masyarakat Islam. Muslim yang terpelajar pasti mengetahui bagaimana orang-orang Yahudi di Barat begitu dilecehkan dengan kata-kata anti-semit, bahkan di Jerman, para pengikut Nazi yang rasis itu membantai mereka, sehingga gelombang perpindahan mereka ke Negara-negara lain pun tak terelakkan. Termasuk ke Palestina yang waktu itu masih dalam genggaman Inggris.
Seiring perpindahan yang meningkat drastis itu dan ditambah dengan isu zionisme yang makin meluas, dengan leluasa mereka terus membeli tanah-tanah orang Palestina. Orang Palestina menyadari akan keterdesakan itu. Kaum muslimin Palestina merasa bahwa gagasan zionisme yang didengungkan Yahudi merupakan ancaman bagi aqidah mereka.
Kaum muslimin meyakini nahwa “tanah yang dijanjikan” bagi kaum Yahudi merupakan “tanah yang diberkati” bagi kaum muslimin, dan perlu dipertahankan. Menurut studi sejarah yang didasarkan atas penggalian arkeologi dan lembaran-lembaran kitab suci, Nabi Ibrahim, putranya, dan sejumlah kecil manusia yang mengikutinya adalah orang-orang yang pertama kali pindah ke Palestina, pada abad XIX SM. Khud li balak, coba kalian perhatikan!
Beberapa tafsir al Qur’an menunjukkan bahwa Ibrahim atau Abraham as, diperkirakan tinggal di daerah Palestina yang saat ini dikenal sebagai Al Khalil atau Hebron, beliau tinggal di sana bersama Nabi Luth. Al Qur’an menyebutkan perpindahan itu sebagai berikut:

Kami berfirman: “Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim” mereka hendak berbuat makar terhadap Ibrahim, maka Kami menjadikan mereka itu orang-orang yang paling merugi. Dan Kami selamatkan Ibrahim dan Luth ke sebuah negeri yang Kami telah memberkahinya untuk sekalian manusia. (QS, 21:69-71)

Daerah yang digambarkan sebagai “tanah yang telah Kami berkati” menurut penjelasan Al Qur’an mengacu pada Palestina.
Demikian pula masalah Yahudi dan Israel. Al Qur’an menjelaskan:

Orang-orang kafir, yakni ahli Kitab dan orang-orang musyrik, (mengatakan bahwa mereka) tidak akan meninggalkan (agamanya) sebelum datang bukti yang nyata. (QS. 98:1)

Kekafiran ali Kitab yang disebutkan dalam al Qur’an ditafsirkan sebagai Yahudi dan Nasrani, karena menuntut bukti yang nyata. Dan kekafiran Yahudi itulah yang menyebabkan terputusnya mata rantai keturunannya Bani Israel, nama lain dari anak-anak nabi Ya’qub as. Jangan keliru, HYahudi tidak bisa dikonotasikan dengan Bani Israel yang dianugerahi ‘Tanah Yang Diberkati’ oleh Allah. Bukankah kekafiran dan kezaliman bisa memutus jalinan darah di hadapan Allah? Sebagaimana terpisahnya nabi Ibrahim as. Dari bapaknya, Azar, si penyembah berhala itu. Yahudi adalah Yahudi, yang dalam sejarahnya senantiasa menuntut hal-hal tidak bisa dibenarkan, sehingga mereka menciptakan Tuhan sendiri dan memberinya nama Yahwe. Mereka juga membunuh nabi-nabi mereka, lalu menciptakan kitab suci yang kemudian disandarkan kepada Tuhannya.

SEJARAH KOTA SUCI YERUSALEM

Sejak awal Islam masuk ke wilayah itu, Palestina dan kota Yerusalem khususnya, bagai kota yang damai, dan warganya hidup tentram, hingga mereka menjadikan kota itu sebagai tempat suci bersama. Bagi umat Islam. Bagi Yahudi dan Nasrani. Umat Islam menjadikan kesucian Palestina sebagai sebuah kesempatan untuk membawa kedamaian di daerah ini. Tapi rupanya kemesraan hubungan Islam, Yahudi dan Nasrani dirongrong pihak luar.
Isa (Yesus), salah satu Nabi yang diutus untuk umat Yahudi, menandai titik balik yang sangat penting dalam sejarah Yahudi. Orang-orang Yahudi menolaknya, ia diusir dari Palestina dan mengalami banyak ketidakberuntungan. Pengikutnya kemudian dikenal sebagai umat Nasrani.
Tapi, agama yang disebut Nasrani atau Kristen saat ini didirikan oleh orang lain, yang dikenal sebagai Paulus (Saul dari Tarsus). Ia menambahkan pandangan pribadinya tentang Isa ke dalam ajaran yang asli dan merumuskan sebuah ajaran baru di mana Isa tidak disebut sebagai seorang nabi dan al-Masih, tapi sebagai ciri ketuhanan. Setelah dua setengah abad ditentang, ajaran Paulus dijadikan doktrin Trinitas. Ini sebuah penyimpangan dari ajaran Isa dan pengikut-pengikut awalnya. Setelah itu, Allah menurunkan al Qur’an kepada Nabi Muhammad Saw sehingga beliau bisa mengajarkan Islam, agama Ibrahim, Musa, dan Isa kepada seluruh umat manusia.
Yerusalem itu suci bagi umat Islam karena dua alas an: kota itu kiblat pertama umat Islam dalam ibadah shalat mereka, dan merupakan tempat yang dianggap sebagai salah satu mukjizat terbesar Nabi Muhammad, yaitu mi’raj, perjalanan malam dari Masjidil Haram di Mekkah menuju Masjidil Aqsa di Yerusalem , kenaikannya ke langit, dan kembali lagi ke Masjidil Haram. Al Qur’an menerangkan kejadian ini sebagai berikut:

Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Maasjidil Aqhsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesunguhnya Dia adalah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. Al Isra’:1)

Pesan-pesan al Qur’an kepada Nabi saw perihal masalah ini, sebagian besar mengacu pada Palestina sebagai “tanah suci, yang diberkati.” Ayat 17:1 menggambarkan sebuah tempat yang di dalamnya ada Masjidil Aqsa sebagai tanah “yang Kami berkati sekelilingnya.” Ayat 21:71 menggambarkan keluarnya Nabi Ibrahim dan Luth dari tanah yang sama, disebut sebagai “tanah yang Kami berkati untuk semua makhluk.” Pada saat bersamaan, Palestina secara keseluruhan penting artinya bagi umat Islam karena begitu banyak nabi Yahudi yang hidup dan berjuang demi Allah, mengorbankan hidup mereka, atau meninggal dan dikuburkan di sana.
Oleh karena itu, tidak mengherankan dalam 2000 tahun terakhir, umat Islam telah menjadi satu-satunya kekuatan yang membawa kedamaian pada Yerusalem dan Palestina. Setelah Roma mengusir Yahudi dari Palestina, Yerusalem dan sekitarnya menjadi lenyap. Tetapi, Yerusalem kembali menjadi pusat perhatian setelah Pemerintah Romawi Constantine memeluk agama Nasrani. Orang-orang Kristen Roma membangun gereja-gereja di Yerusalem, dan menjadikannya sebagai kota Nasrani. Palestina tetap menjadi daerah Romawi (Bizantium) hingga abad ketujuh, ketika negeri ini menjadi bagian kerajaan Persia dalam masa yang singkat. Akhirnya, Bizantium kembali menguasainya.
Tahun 637 M menjadi titik balik dalam sejarah Palestina, setelah wilayah itu berada di bawah kendali kaum muslimin. Islam membawa perdamaian bagi Palestina yang selama berabad-abad telah menjadi arena perang, pengasingan, penyerangan, dan pembantaian. Setiap kali terjadi pergantian penguasa, terjadi pula kekejaman baru. Di bawah pemerintahan muslim penduduknya hidup bersama secara damai dan tentram. Masa itu, Palestina ditaklukkan oleh Umar Bin Khattab, khalifah kedua.
Seorang pengamat agama terkemuka dari Inggris, Karen Armstrong, menggambarkan penaklukkan Yerusalem oleh Umar Bin Khattab dalam bukunya Holy War: Khalifah Umar memasuki Yerusalem mengendarai seekor unta putih, dikawal oleh Uskup Yunani, Sofronius. Sang Khalifah minta agar ia segera dibawa ke Haram asy-Syarif, tempat Nabi Muhammad melakukan perjalanan malam dalam peristiwa Isra’ dan Mi’raj. Di sana Umar berlutut dan berdoa. Sang Uskup ketakutan. Sebab ia menduga, ini akan menjadi penaklukkan yang penuh kengerian sebagaimana pernah diramalkan oleh Nabi Daniel bahwa di kota itu akan datang sang Anti Kristus yang akan menandai Hari Kiamat.
Kemudian Umar mengunjungi tempat-tempat suci Nasrani. Ketika ia berada di gereja Holy Sepulchre, waktu shalat tiba. Dengan sopan sang uskup mempersilakan Umar untuk shalat di situ. Tapi Umar menolak. Jika ia shalat di dalam gereja, kelak umat Islam akan mengenang kejadian itu dengan mendirikan mesjid di sana, ini berarti mereka akan memusnahkan Holy Sepulchre. Umar shalat di tempat yang agak jauh dari gereja itu, dan cukup tepat (perkiraannya), di tempat yang langsung berhadapan dengan Holy Sepulchre, kemudian hari berdiri sebuah mesjid kecil yang dipersembahkan untuk Khalifah Umar. Masjid besar Umar lainnya didirikan di Haram asy-Syarif untuk menandai penaklukan itu, bersama dengan Masjid al-Aqsa untuk mengenang perjalanan malam Nabi Muhammad.
Selama bertahun-tahun umat Nasrani menggunakan reruntuhan biara Yahudi itu sebagai tempat pembuangan sampah kota. Sang Khalifah membantu umat Islam membersihkan sampah ini dengan tangannya sendiri dan di sana umat Islam membangun tempat sucinya sendiri, membangun peradaban Islam di kota suci ketiga itu. Pendeknya, umat Islam membawa peradaban bagi Yerusalem dan seluruh Palestina. Menjunjung tinggi persaudaraan dengan penganut-penganut agama lain. Budaya Islam yang adil, toleran, dan lemah lembut membawa kedamaian bagi masyarakat Muslim, Nasrani, dan Yahudi di kota suci itu.
Perdamaian itu terus berlanjut sepanjang orang-orang Islam menguasai Yerusalem. Tapi, di akhir abad kesebelas, Eropa memasuki daerah ini dan merampas Yerusalem dengan kekejaman yang belum pernah terlihat sebelumnya. Para penyerang ini adalah tentara perang Salib. Ketika orang-orang Yahudi, Nasrani, dan Islam hidup bersama dalam damai, sang Paus membangun sebuah kekuatan perang Salib. Mengikuti ajakan Paus Urbanius II pada 27 November 1095 di Dewan Clermont, lebih dari 100.000 orang Eropa bergerak ke Palestina untuk “memerdekakan” tanah suci dari orang Islam dan mencari kekayaan yang melimpah ruah di Timur. Mereka mencapai Yerusalem pada tahun 1099. kota itu jatuh setelah pengepungan hampir 5 minggu. Orang-orang Islam dan Yahdi dibasmi dengan pedang.
Dalam penuturan seorang ahli sejarah dicatat: “Mereka membunuh semua orang Saracen dan Turki yang mereka temui, pria maupun wanita.” Salah satu tentara Perang Salib, Raymond dari Aguiles, merasa bangga dengan kekejaman ini: pemandangan mengagumkan akan terlihat. Beberapa orang lelaki kami memenggal kepala musuh-musuh mereka; yang lain menembaki mereka dengan panah-panah, mereka berjatuhan dari menara-menara; yang lain lagi menceburkan mereka ke dalam nyala api. Tumpukan kepala, tangan, dan kaki akan terlihat di jalan-jalan kota. Tapi ini hanya masalah kecil jika dibandingkan dengan apa yang terjadi di Biara Sulaiman, tempat dimana ibadah keagamaan kini dinyanyikan kembali. Di biara dan serambi Sulaiman, ratusan orang disuruh berlutut dan leher mereka dibelenggu. Dalam dua hari, tentara Perang Salib membunuh sekitar 40.000 orang Islam dengan cara sadis. Perdamaian dan ketertiban di Palestina yang telah berlangsung semenjak jaman Umar, berakhir dengan pembantaian yang mengerikan.
Tentara Perang Salib menjadikan Yerusalem sebagai ibukota, dan mendirikan kerajaan Katolik yang terbentang dari Palestina hingga Antakiyah. Tapi pemerintahan mereka berumur pendek, karena Salahuddin menghimpun seluruh kekuatan Islam dalam perang suci dan berhasil mengalahkan tentara Perang Salib dalam pertempuran Hattin pada 1187 M. setelah pertempuran itu, dua pemimpin tentara Perang Salib, Reynald dari Chatillon dan Raja Guy dibawa ke hadapan Salahuddin. Beliau menghukum mati Reynald karena kekejaman yang ia lakukan kepada orang-orang Islam, tapi membiarkan Raja Guy pergi, karena tidak melakukan kekejaman serupa. Palestina, sekali lagi menyaksikan arti keadilan yang sebenarnya.
Tiga bulan setelah pertempuran Hattin, Salahuddin memasuki Yerusalem dan membebaskannya dari 88 tahun pendudukan tentara Salib. Sebaliknya dengan “pembebasan” tentara Perang Salib, Salahuddin tidak menyentuh seorang Nasrani pun di kota itu. Ia hanya memerintahkan seluruh umat Nasrani untuk meninggalkan Yerusalem. Umat Nasrani Ortodoks yang bukan tentara Perang Salib dibiarkan tinggal dan bebas menjalankan ibadah sesuai dengan kepercayaan mereka.
Karen Armstrong menggambarkan penaklukan kedua atas Yerusalem ini sebagai berikut:

Pada 2 Oktober 1187, Salahuddin dan tentaranya memasuki Yerusalem sebagai penakluk dan selama 800 tahun berikutnya Yerusalem tetap menjadi kota muslim. Salahuddin menepati janjinya, dan menaklukkan kota itu menurut ajaran Islam yang cinta damai. Ia tidak membalas pembantaian tahun 1099. satu orang Kristen pun tidak ada yang dibunuh, tidak ada perampasan. Jumlah tebusan pun sangat rendah. Salahuddin menangis setelah melihat keluarga-keluarga terpecah belah dan ia membebaskan mereka. Semua pemimpin muslim tersinggung karena melihat orang-orang Kristen kaya melarikan diri membawa kekayaan mereka, yang sebenarnya bisa digunakan untuk menebus semua tawanan. Uskup Heraclius membayar tebusan dirinya sebesar sepuluh dinar seperti halnya tawanan lain dan bahkan diberi pengawal pribadi untuk keselamatan harta bendanya selama perjalanan ke Tyre.

Pendeknya, Salahuddin dan tentaranya memperlakukan orang-orang Nasrani dengan kasih sayang dan keadilan yang agung, dan menunjukkan kepada mereka kasih sayang yang lebih disbanding dengan apa yang dilakukan oleh pemimpin mereka.
Setelah Yerusalem, tentara Perang Salib melanjutkan perbuatan tidak berprikemanusiaannya dan orang-orang Islam meneruskan keadilannya di kota-kota Palestina lainnya. Pada tahun 1194, Richard Si Hati Singa, yang dicatat sebagai pahlawan dalam sejarah Inggris, memerintahkan untuk menghukum mati 3000 orang Islam (sebagian besar wanita-wanita dan anak-anak) secara keji di Kastil Acre. Meskipun orang-orang Islam menyaksikan kekejaman ini, mereka tidak pernah melakukan hal yang sama. Mereka malah tunduk kepada perintah Allah: Dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Madjidil Haram, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka) (QS: 5:2), dan tidak pernah melakukan kekejaman kepada orang-orang sipil yang tak bersalah. Di samping itu, mereka tidak pernah menggunakan kekerasan yang tidak perlu, bahkan kepada tentara Perang Salib sekalipun.
Kekejaman tentara Perang Salib dan keadilan orang-orang Islam sekali lagi terungkap sebagai kebenaran sejarah: sebuah pemerintahan yang dibangun di atas dasar-dasar Islam memungkinkan orang-orang dari keyakinan berbeda dapat hidup bersama dalam damai. Ini terus berlanjut selama 800 tahun setelah Salahuddin, khususnya masa kesultanan Ottoman. Pada tahun 1514, Sultan Salim menaklukkan Yerusalem dan sekitarnya. Pemerintahan Ottoman berlangsung selama 400 tahun di Palestina. Seperti di negara-negara Ottoman lainnya, di masa ini orang-orang Palestina menghirup perdamaian dan stabilitas meskipun kenyataannya pemeluk tiga keyakinan berbeda hidup berdampingan di wilayah yang sama.
Kesultanan Ottoman diperintah dengan “sistem bangsa (millet),” yang gambaran dasarnya adalah bahwa orang-orang dengan keyakinan berbeda diizinkan hidup menurut keyakinan dan sistem hukumnya sendiri. Orang-orang Nasrani dan Yahudi yang disebut Al Qur’an sebagai Ahli Kitab, menemukan toleransi, keamanan, dan kebebasan di tanah Ottoman. Alasan terpentingnya adalah bahwa meskipun Kesultanan Ottoman adalah negara Islam yang diatur oleh orang-orang Islam, kesultanan tidak ingin memaksa rakyatnya untuk memeluk Islam. Sebaliknya kesultanan ingin memberikan kedamaian dan keamanan bagi orang-orang non-Muslim, sehingga mereka nyaman dalam aturan dan keadilan Islam.
Pada saat yang sama, negara-negara besar lainnya menerapkan sistem pemerintahan yang lebih kejam, menindas, dan tidak toleran.spanyol tidak membiarkan keberadaan orang-orang Islam dan Yahudi di tanah spanyol. Di negara-negara Eropa lainnya, orang Yahudi ditindas hanya karena mereka adalah Yahudi. Mereka dipaksa untuk hidup di pemukiman khusus minoritas Yahudi dan kadangkala menjadi korban pembantaian missal (progrom).
Orang-orang Nasrani bahkan tidak dapat berdampingan satu sama lain: pertikaian antara Protestan dan Katolik dari abad keenambelas hingga tujuh belas menjadikan Eropa sebuah medan pertempuran berdarah. Perang tiga puluh tahun (1618-1648) adalah salah satu akibat pertikaian ini. Akibat perang itu, Eropa Tengah menjadi medan peperangan. Di Jerman, 5 juta orang (sepertiga jumlah penduduknya) lenyap.
Bertolak belakang dengan kekejaman ini, Kesultanan Ottoman dan negara-negara Islam membangun pemerintahan mereka berdasarkan perintah Al Qur’an. Pemerintahan yang toleran, adil, dan berprikemanusiaan. Alasan keadilan yang ditunjukkan Umar, Salahuddin, dan sultan-sultan Ottoman yang diterima oleh Dunia Barat saat ini adalah karena keimanan mereka kepada perintah-perintah Al Qur’an, di antaranya:

Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (QS: 4:58)

Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah, biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan. (QS: 4:135)

Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. (QS:60:8)

Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang, hendaklah kamu damaikan antara keduanya! Tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. Kalau dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil. (QS 49:9)

Ada sebuah ungkapan yang digunakan dalam politik, bahwa “kekuasaan itu menyimpang, dan kekuasaan mutlak itu mutlak menyimpang.” Ini berarti bahwa setiap orang yang menerima kekuasaan politik kadangkala menjadi menyimpang karena ada kesempatan. Ini benar-benar terjadi pada sebagian besar manusia, karena akhlak mereka dibentuk karena tekanan sosial. Dengan kata lain, mereka menghindari perbuatan yang tak berakhlak karena mereka takut pada ketidaksetujuan atau hukuman masyarakat. Namun pihak berwenang memberi mereka kekuasaan, dan menurunkan tekanan sosial atas mereka. Akibatnya, mereka menjadi menyimpang atau merasa jauh lebih mudah untuk berkompromi. Jika mereka memiliki kekuasaan mutlak mungkin mereka mencoba untuk memuaskan keinginan mereka sendiri dengan cara apapun.
Manusia yang tidak disentuh oleh hukum penyimpangan itu adalah orang yang percaya kepada Allah dengan ikhlas, memeluk agama-Nya karena rasa takut dan cinta kepada-Nya. Karena itu, akhlak mereka tidak ditentukan oleh masyarakat, dan bahkan bentuk kekuasaan mutlak pun tidak mampu memengaruhi mereka. Allah menyatakan hal ini dalam sebuah ayat:

(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah dari perbuatn yang mungkar; dan kepada Allah lah kembali segala urusan. (QS:22:41)

Sejarah Islam penuh dengan penguasa-penguasa yang adil, rendah hati, dan bijaksana. Karena para penguasa muslim takut kepada Allah, mereka tidak menyimpang, sombong atau kejam. Tentu ada penguasa muslim yang menyimpang dan keluar dari akhlak islami, tapi mereka adalah pengecualian. Islam terbukti menjadi satu-satunya sistem keimanan yang menghasilkan bentuk pemerintahan yang adil, dan toleran selama 1400 tahun terakhir. Yerusalem, pusat tiga agama, mengalami masa stabilitas terpanjang di bawah kesultanan Ottoman.
Umat Nasrani, Yahudi, dan Muslim, bebas menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinan masing-masing. Banyak ahli sejarah dan ilmuwan politik yang telah memberi perhatian pada kenyataan ini. Salah satu dari mereka adalah ahli Timur Tengah dari Columbia University, Profesor Edward Said. Dalam sebuah wawancara dengan surat kabar Israel Ha’aretz, ia menganjurkan dibangkitkannya “sistem bangsa Ottoman” jika perdamaian permanen ingin dibangun di Timur Tengah. Dalam pernyataannya, minoritas Yahudi bisa terlindungi di bawah Kesultanan Ottoman dengan sistem milletnya.
Memang, Palestina tidak pernah lagi merasakan pemerintahan yang “manusiawi” setelah pemerintahan Ottoman berakhir. Antara dua perang dunia, Inggris menghancurkan orang-orang Arab dengan strategi “memecah dan menaklukkannya” sekaligus memperkuat gerakan zionis yang kemudian terbukti menentang mereka sendiri. Zionisme memicu kemarahan orang-orang Arab. Sejak tahun 1930an, Palestina menjadi ajang pertentangan antara kedua kelompok ini. Zionisme membentuk kelompok teroris untuk melawan orang-orang Palestina, dan segera setelahnya, menyerang orang-orang Inggris pula. Begitu Inggris lepas tangan dan menyerahkan kekuasaannya pada 1947, pertentangan ini berubah menjadi perang dan pendudukan Israel dengan pertumpahan darah.
Sebelum Ibrahim AS, bangsa Kanaan (Palestina) tadinya adalah penyembah berhala. Ibrahim meyakinkan mereka untuk meninggalkan kekafirannya dan mengakui satu Tuhan. Menurut sumber-sumber sejarah, beliau mendirikan rumah untuk istrinya, Hajar dan putranya Ismail (Ishmael) di Mekah, sementara istrinya yang lain Sarah, dan putra keduanya Ishaq (Isaac) tetap di Kanaan. Seperti itu pulalah, Al Qur’an menyebutkan bahwa Nabi Ibrahim mendirikan rumah untuk beberapa putranya di sekitar Baitul Haram, yang menurut penjelasan Al Qur’an bertempat di lembah Mekah.

Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur. (QS: 14:37)

Tapi, putra Ishaq Ya’qub (Jacob) pindah ke Mesir selama putranya Yusuf (Joseph) diberi tugas kenegaraan. (Putra-putra Ya’qub juga dikenang sebagai “Bani Israel.”) Setelah Yusuf dibebaskan dari penjara dan penunjukkan dirinya sebagai kepala bendahara Mesir, Bani Israel hidup dengan damai dan aman di Mesir. Keadaan setelah berlalunya waktu. Firaun memperlakukan mereka dengan kekejaman yang dahsyat. Allah memerintahkan Musa (Moses) untuk membawa umatnya keluar dari Mesir. Musa menghadapi Firaun, memintanya untuk menyerahkan diri pada Allah, dan membebaskan Bani Israel (disebut juga orang-orang Israel). Tapi Firaun malah memperbudak Bani Israel, mempekerjakan mereka hingga banyak yang mati kelaparan, Firaun juga membunuh setiap anak laki-laki yang lahir.
Musa AS dan kaumnya meninggalkan Mesir sekitar tahun 1250 SM, dengan pertolongan Allah mereka sampai di semenanjung Sinai dan timur Kanaan. Dalam Al Qur’an, Musa memerintahkan Bani Israel untuk memasuki Kanaan:

Hai kaumku, masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah ditentukan Allah bagimu, dan janganlah kamu lari ke belakang (karena takut kepada musuh), maka kamu menjadi orang-orang yang merugi. (QS: 5:21)

Setelah jaman Musa as, bani Israel tetap berdiam di Kanaan (Palestina). Menurut ahli sejarah, Daud (David) menjadi raja Israel dan membangun sebuah kerajaan yang sangat berpengaruh. Selama pemerintahan putranya, Sulaiman (Solomon), batas-batas Israel diperluas dari Sungai Nil di selatan hingga sungai Eufrat di utara (Siria sekarang). Ini adalah masa gemilang bagi kerajaan Israel dalam banyak bidang, terutama arsitektur. Di Yerusalem, Sulaiman membangun sebuah istana dan biara yang luar biasa. Setelah wafatnya, Allah mengutus banyak nabi kepada Bani Israel meskipun dalam banyak hal mereka mengkhianati Allah.

Ketika orang-orang kafir menanamkan dalam hati mereka kesombongan (yaitu) kesombongan jahiliyah lalu Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya, dan kepada orang-orang mukmin dan Allah mewajibkan kepada mereka kalimat takwa dan adalah mereka berhak dengan kalimat takwa itu dan patut memilikinya. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS: 48:26)

Karena kemerosotan akhlaknya, kerajaan Israel mulai memudar dan ditempati oleh orang-orang penyembah berhala. Bangsa Israel, yang dikenal juga sebagai Yahudi, pada saat itu diperbudak kembali. Ketika Palestina dikuasai oleh kerajaan Romawi, Nabi Isa (Jesus) AS datang dan sekali lagi mengajak Bani Israel untuk meninggalkan kesombongannya, takhayulnya, dan pengkhianatannya. Dalam pandangan Allah, orang-orang terpilih adalah orang-orang yang tetap mengikuti agama Ibrahim, tanpa memandang rasnya.
Al Qur’an juga menekankan kenyataan ini. Allah menyatakan bahwa warisan Ibrahim bukanlah orang-orang Yahudi yang bangga sebagai “anak-anak Ibrahim,” melainkan orang-orang Islam yang hidup menurut agama ini:

Sesungguhnya orang yang paling dekat kepada Ibrahim ialah orang-orang yang mengikutinya dan Nabi ini (Muhammad), beserta orang-orang yang beriman (kepada Muhammad), dan Allah adalah Pelindung semua orang-orang yang beriman. (QS: 3:68)

Sementara umat Yahudi yang menentang zionisme secara terbuka menentang pemerintah Israel. Yahudi fanatik berpandangan: Tanah Terjanji adalah untuk Orang Terpilih. Selamanya. Kekal. Abadi. Di sampul depan Washington Report on Middle East Affairs, Yahudi fanatik digambarkan membawa spanduk dengan semboyan ini. Karena pandangan keliru seperti ini, mereka bertindak kejam atas tahanan Palestina, Kristen maupun Islam.
Belum lama ini para pengikut zionis radikal melakukan banyak upaya untuk menghancurkan mesjid Al Aqsa. Beberapa kelompok zionis dengan sukarela menjalankan misi ini. Sejak 1967, kelompok-kelompok itu telah menyerang Mesjid Al Aqsa lebih dari 100 kali, dan dalam penyerangan itu, mereka telah membunuh banyak orang Islam. Serangan pertama dilakukan oleh Rabbi Shlomo Goren, seorang pendeta di Angkatan Bersenjata Israel, Agustus 1967. Goren, yang kemudian menjadi kepala rabbi Israel, memasuki tempat suci Islam itu dengan 50 pria bersenjata. Pada 21 Agustus 1969, zionis mengarahkan tembakan langsung ke mesjid itu, merusak sebuah mimbar yang terbuat dari kayu dan gading. PBB hanya merasa perlu mengutuk kejadian itu.
Pada 3 Maret 1971, pengikut Gershon Solomon juga menjadikan Haram asy-Syarif sebagai sasaran. Meski mereka mundur setelah kontak senjata dengan tentara keamanan Palestina, mereka tidak kapok dan melancarkan lagi serangan serupa tiga hari kemudian. Kemudian pada 1980, sekitar 300 anggota kelompok teroris radikal Gush Emunim menggunakan senjata berat dan menyerang mesjid. Dua tahun berikutnya, seorang Israel yang membawa paspor Amerika bergerak ke mesjid dengan senapan serbu M-16 dan menembakkannya ke arah kaum muslimin yang sedang shalat berjamaah di sana. Setelah kejadian tragis itu, tak seorang pun yang mempertanyakan bagaimana seorang lelaki bersenjata bisa menembus “barikade” yang didirikan oleh tentara Israel di sekitar mesjid itu. Si penyerang diadili dan ditahan sementara waktu, dan ia berkoar-koar bahwa telah “menyelesaikan tugasnya.” Pada tahun yang sama seorang murid dari pemimpin teroris keji, Rabbi Meir Kahane menyerang mesjid itu dengan dinamit.
Penyerangan seperti itu tidak berhenti sampai di sini. Pada 10 Maret 1983, anggota Gush Emunim memanjat dinding Haram asy Syarif dan mencoba menaruh bahan peledak. Para teroris ini diperiksa dan dibebaskan beberapa bulan kemudian. Segera setelah serangan ini, sekelompok teroris Yahudi radikal yang dipersenjatai dengan alat-alat peledak termasuk lusinan granat, dinamit, dan 12 rudal mortar, mencoba meledakkan mesjid Al Aqsa. Kemudian pada 1996, suatu rencana zionis yang baru tentang mesjid ini dilaksanakan. Setelah gagal mencapai tujuannya dengan serangan bersenjata, para zionis berusaha menghancurkan mesjid dengan menggali terowongan besar di bawah mesjid itu. Alasan penggalian itu “penelitian sejarah.”
Kejadian di atas hanyalah beberapa contoh tentang bagaimana rencana jahat zionis radikal untuk menghancurkan mesjid Al Aqsa. Rakyat Palestina mengemban tanggungjawab melindungi tempat suci ini menanggung akibat serangan ini. Karena itu, tanggapan mereka terhadap kunjungan Sharon yang menghebohkan itu sangat penting. Kekerasan yang dimulai oleh Sharon dengan melecehkan tanah suci umat Islam dengan kawalan 1200 tentara tidak menunjukkan tanda-tanda mereda. Kekerasan terus berlanjut sepanjang masa kepemimpinannya.
Di hari-hari terakhir ini juga, di jalur Gaza aksi-aksi kejahatan terus berlangsung. Tentara zionis menggunakan meriam, tank, helikopter, dan pesawat-pesawat tempur untuk membombardir Palestina, terutama di jalir Gaza. Pembunuhan terhadap rakyat Palestina sudah menjadi kegiatan rutin dan biasa bagi pejabat-pejabat Tel Aviv. Puluhan tahun Palestina telah dijajah oleh kaum zionis, dan selama itu jutaan orang Palestina yang tinggal di kamp-kamp pengungsian di beberapa negara sedang menanti suatu hari dimana mereka akan kembali ke kampung halaman.
Terror terhadap rakyat dan tokoh-tokoh penting Palestina merupakan agenda kerja tetap rezim zionis. Kejahatan-kejahatan itu tidak hanya membunuh warga Palestina, tapi juga membumihanguskan ladang-ladang pertanian dan rumah-rumah milik rakyat Palestina. Di samping itu, dengan membangun tembok pemisah dengan nama “tembok rasialis” atau “tembok apharteid” praktis rezim zionis telah mencaplok sebagian besar kawasan Tepi Barat Sungai Jordan.
Kekejaman mereka tanpa batas. Saat ini pasukan militer Israel telah memusatkan serangan-serangannya ke jalur Gaza. Kawasan dengan luas 365 km persegi, dengan 2 juta penduduk itu merupakan kawasan terpadat di dunia dari segi jumlah penduduknya. Politik diskriminatif dan serangan-serangan militer zionis, benar-benar telah menghancurkan perekonomian warga Palestina di kawasan ini. Tampaknya yang mendorong zionis menggempur lagi kawasan yang telah mereka tinggalkan pada bulan Agustus tahun lalu itu adalah ketegaran warga Gaza dalam menuntut hak-hak mereka. Meski menghadapi tekanan-tekanan ekonomi dan militer, mereka masih tetap menuntut hak-hak mereka, ermasuk tuntutan untuk mengakhiri penjajahan atas Palestina. Dalam perlawanan itu sebagian besar mereka telah gugur dan syahid di jalan yang mulia dan suci ini. Serangan terbaru tentara zionis ke Gaza memperlihatkan tingkat kegilaan yang mencapai puncaknya, dengan pelanggaran terhadap seluruh norma kemanusiaan dan peraturan internasional.
Hingga kini sudah ratusan rakyat sipil Palestina, termasuk perempuan dan anak-anak, ikut menjadi korban akibat serangan-serangan keji zionis ini. Selain itu, hancurnya jembatan-jembatan, jalan-jalan penghubung, bandara, instalasi listrik, dan berbagai infrastruktur ekonomi, merupakan bagian dari agenda kerja pasukan militer Israel. Bahkan sejumlah sekolah dan rumah sakit pun tidak selamat dari kekejian serangan-serangan mereka.
Kejahatan lainnya adalah penculikan 10 orang anggota delegasi pemerintahan dan 25 anggota parlemen serta sejumlah wakil Dewan Kota pemerintah Otoritas Palestina. Baru pertama kali ini terjadi, pasukan militer sebuah rezim illegal menculik para menteri dan wakil pemerintahan lain. Padahal berdasarkan perjanjian Oslo, rezim zionis mengakui keabsahan pemerintahan Palestina. Dengan demikian, rezim zionis kembali menunjukkan bahwa mereka bahkan tidak memiliki komitmen terhadap perjanjian-perjanjian mereka, dan hanya mampu berbicara dengan bahasa kekerasan.
Para pejabat Tel Aviv, menjadikan masalah penahanan seorang tentara Israel sebagai alasan serangan mereka ke jalur Gaza. Tentara zionis itu ditawan oleh pejuang Palestina dalam sebuah bentrokan yang terjadi sebelumnya. Dalam bentrokan itu dua tentara Israel tewas. Para pemimpin rezim teroris ini menyerang dan membunuh warga Palestina di Jalur Gaza dengan alas an tertawannya seorang tentara mereka, padahal sudah bertahun-tahun mereka menahan ribuan warga Palestina (yang sebagian mereka lakukan tanpa alas an apapun), dan menyiksa mereka di penjara-penjara yang sangat menakutkan. Saat ini sekitar 10.000 orang Palestina mendekam di penjara-penjara Israel. Sekitar 1000 orang dari mereka terdiri dari perempuan, anak-anak dan orang tua. Untuk itu, salah satu syarat yang diajukan para pejuang Palestina untuk membebaskan seorang tentara Israel yang tertawan itu adalah pembebasan tahanan Palestina. Tapi persyaratn ini ditolak oleh pejabat-pejabat Tel Aviv.
Serangan beberapa kelompok pejuang Palestina terhadap pasukan militer Israel biasanya dilakukan sebagai balasan terhadap aksi-aksi kejahatan mereka. Sebagaimana yang terjadi sebelumnya, pasukan militer Israel membantai sepuluh warga sipil Palestina yang tengah berwisata di pantai Gaza. Hanya Huda Ghaliyah seorang anak gadis kecil yang tersisa dari keluarga tersebut, dan hingga kini masih sering histeris ketika mengingat peristiwa pembantaian itu.
Berita-berita bergambar yang menayangkan gadis kecil yang menangis dan berteriak-teriak histeris di samping tubuh ayahnya yang bergelimang darah itu disaksikan oleh masyarakat dunia. Tentu saja peristiwa ini hanyalah satu di antara sekian banyak kejahatan rezim zionis. Beberapa hari setelah tragedi berdarah itu, pasukan militer Israel, dalam waktu satu hari, membantai tiga anak kecil Palestina di bawah usia 8 tahun.
Pembunuhan anak-anak merupakan aksi bengis rezim zionis yang sering terjadi. Beberapa hari lalu, Ibrahim Gambari, Wakil Sekjen PBB Bidang Politik, dalam laporannya kepada Dewan Keamanan (DK) mengatakan; dalam masa satu bulan yang lalu, 64 orang Palestina terbunuh di tangan tentara Israel. 11 di antaranya adalah anak-anak. Para pengamat politik meyakini bahwa serangan buas Israel ke Jalur Gaza bertujuan untuk melemahkan pemerintahan Palestina yang saat ini dipegang oleh Hamas. Sejak januari lalu, ketika Hamas meraih kemenangan dengan jumlah suara rakyat Palestina yang sangat tinggi, muncul berbagai tekanan berat, baik tekanan politik maupun ekonomi dari Israel, AS dan Eropa.
Sayangnya, sejumlah negara Arab dan pihak-pihak tertentu yang menginginkan perdamaian dengan rezim zionis, ikut menekan Hamas untuk menghentikan perlawanan mereka. Serangan zonis ke Jalur Gaza, sesungguhnya merupakan cara terakhir Tel Aviv untuk menjatuhkan pemerintahan sah Palestina pimpinan Hamas, atau paling tidak, untuk memaksa Hamas agar bersedia mencari jalan perdamaian. Dengan demikian, dengan berbagai kejahatan terbaru rezim zionis di Jalur Gaza, pengakuan negara-negara Barat bahwa Israel adalah pembela HAM dan demokrasi, perlu dipertanyakan.
Usaha negara-negara Barat menggulingkan pemerintahan sah Palestina pimpinan Hamas, membuktikan bahwa negara-negara Barat ini sama sekali tidak memiliki komitmen pada demokrasi dan suara rakyat yang sesungguhnya. Negara-negara Barat itu bukan hanya tidak serius untuk menghentikan kebiadaban zionis terhadap warga Palestina, bahkan AS mengumumkan bahwa ia akan mencegah keluarnya resolusi anti rezim teroris Tel Aviv di DK (Dewan Keamanan) PBB. Dengan demikian sudah semakin jelas, siapa penegak demokrasi yang sebenarnya dan siapa yang hanya menjadikan istilah ini sebagai slogan belaka.

Kamis, 13 Maret 2008

-SETIA KAWAN KAH KAMU?-

Ada beberapa hal yg bisa dikatakan kalau kamu mempunyai rasa setia.

·> Kamu Setia: Menjaga Rahasia Teman Kamu
·> Kamu Setia: Tidak Ngomongin Teman Kamu
·> Kamu Setia: Menutupi Kekurangan Teman Kamu
·> Kamu Setia: Memenuhi Hak Teman Kamu
·> Kamu Setia: Merasakan Kegembiraan dan Kesedihan Teman Kamu

BAGAIMANA CARA MENGUBAH IMEJ BURUK?




  • Punya niat & keinginan kuat untuk berubah


  • Punya pendirian yang teguh untuk berubah


  • Selalu positive thinking bahwa kamu pasti bisa


  • Selalu aktif, dinamis, kreatif, & tidak putus asa untuk berubah


  • Sabar menghadapi hambatan


  • Mendekatkan diri kepada Allah, Sang Pemberi Jalan Keluar


  • Show must go on, tetap berbuat baik


  • Bersyukurlah kalau udah berhasil